Jembatan Kali Progo Kranggan, Kabupaten Temanggung
Jembatan kranggan adalah sebuah jembatan yang terletak di
kecamatan kranggan yang membentang diatas sungai progo kranggan, jembatan ini
merupakan jalur penghubung antara kecamatan kranggan dan kota temanggung,
jembatan ini dibangun pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, namun
seiring berjalannya waktu pemerintah kemudian membangun jembatan yang baru di
sebelahnya tanpa membongkar jembatan yang lama, selama berpuluh-puluh tahun
jembatan peninggaan belanda itu tidak di fungsikan alasannya karena tempat itu
menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan,
khususnya ditemanggung.
Namun pada saat ini saksi bisu yang kental akan sejarah itu
tidak bisa kita lihat kembali karena telah termakan usia, tepatnya pada rabu,
21 februari 2018 jembatan ini roboh karena lapuk termakan usia, dan sebagai
penggantinya pemerintah kabupaten temanggung telah membuat jembatan baru dengan
kontruksi yang modern, perlu diketahui bersama bahwa jembatan kali progo ini
selain menjadi akses transportasi ternyata mempunyai sejarah yang panjang dan
kelam di mata masyarakat khusunya warga masyarakat temanggung pada masa perang
kemerdekaan.
Memang tidak ada data yang pasti yang mencatat tentang jumlah
korban pembantaian ini, akan tetapi menurut penuturan saksi hidup dan berbagai
buku sejarah yang menuliskan tentang kisah jembatan ini diperkirakan korban
mencapai ribuan orang jumlah tersebut termasuk para pejuang dan rakyat sipil, belanda
menangkap setiap orang yang dianggap pejuang serta rakyat yang dianggap
membahayakan serta mempunyai hubungan kepentingan dengan para pejuang, tentunya
kepentingan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pembantaian yang di lakukan oleh pihak belanda ini adalah
akibat dari surat perintah penyerbuan yang di tandatangani oleh komandan Divisi
III yaitu Kolonel Bambang Soegeng yang merupakan Gubernur Militer/Panglima
Militer III sekaligus inisiator serangan umum 1 maret 1949, hal ini dapat kita
ketahui dari surat rahasia bernomor 4/S/Coop.I tertanggal 1 januari 1949, isi
dari pada surat rahasia itu adalah memerintahkan Letkol Bahroen, Letkol
Sarbini, dan Letkol Soeharto untuk melakukan perlawanan secara serentak dan
sehebat-hebatnya pada belanda agar dunia luar tahu Negara indonesai masih ada.
Jembatan Kali Progo Kranggan Yang Menjadi Tempat Pembantaian Massal
Cara tentara belanda mendapatkan korbannya juga sangat kejam,
mereka mendatangi kampung, pasar dan masuk ke rumah-rumah warga yang dianggap sebagai
pejuang dan mereka yang dianggap sebagai kaki tangan para pejuang, kemudian
para tentara belanda membawa mereka secara paksa untuk kemudian di penjarakan
di gedung IVG (Inlichtingen Veiligheids Groep / Badan penyelidik pemerintah
militer beelanda), yang terletak di jalan setia budi temanggung, di tempat tersebut
juga terdapat tahanan dari pasukan siliwangi dan ALRI, para tawanan yang
tertangkap kemudian di interogasi dan disiksa secara biadab dan tidak berperi
kemanusiaan, setiap malam hari terdengar suara teriakan-teriakan dari para
tahanan, dalam proses interogasi KNIL di bantu oleh “Po Ang Tjui” semacam
pasukan keamanan (hansip) yang berasal dari orang-orang keturunan cina, ada
juga dari tahanan yang langsung di eksekusi karena banyak dari tahanan yang
tidak kembali ke sel tahanan, mereka di bawa ke arah timur dari kota temanggung
yaitu ke jembatan kali progo, rata-rata dari para korban tidak bisa memberikan
keterangan yang memuaskan kepada pihak belanda, oleh sebab itu jika mereka
tidak bisa memberikan informasi tentang pergegerakan perjuangan maka
selanjutnya mereka akan di eksekusi di jembatan ini, ada kemungkinan juga
belanda sengaja membantai para pejuang agar kekuatan yang sudah di susun oleh kolonel
bambang soegeng untuk menyerang markas besar belanda yang ada di Yogyakarta semakin
berkurang.
Gedung IVG (Inlichtingen Veiligheids Groep) Di Jl SetiaBudi Yang Menjadi Tempat Para Pejuang Di Penjara Sebelum Di Eksekusi
Tempat Bekas Gedung IVG (Inlichtingen Veiligheids Groep) Berdiri, Di Jalan Setia Budi Temanggung, Namun Sayangnya Gedung Tersebut Sudah Rata dengan Tanah
Di lokasi pembantaian yaitu jembatan kali progo hampir setiap
hari di jaga oleh pasukan KNIL dari kesatuan V Brigade (Vossen Brigade – Anjing
NICA) yang di pimpin oleh lettu Van Der Zee, menurut kesaksian dari korban yang
selamat yaitu bernama moh sholeh jumlah korban mencapai ribuan karena dirinya
menandatangani pengakuan di IVG pada urutan yang ke 1.390, dan pada saat itupun
para tentara KNIL masih melakukan penangkapan lagi, dalam operasinya Van Der
Zee di bantu oleh “Go Ing Liem” warga keturunan tinghoa yang memberi informasi
dan menujukan siapa saja pejuang dan warga biasa yang harus ditangkap, gedung
yang menjadi tempat para korban tidak bersalah ini juga merupakan markas
Brigade Anjing merah yang terkenal dengan keganasannya yang luar biasa, dari
sumber lain juga menyebutkan bahwa tempat ini menjadi markas dari Brigade Gajah
Putih dan Anjing Hitam.
Menurut keterangan dari saksi sejarah yang waktu itu pernah
melihat kejadian pembunuhan di jembatan ini, yaitu bapak parto dimejo, beliau
menuturkan bahwa setiap hendak berangkat ke sekolah dirinya selalu melihat
ceceran darah di sepanjang jembatan kali progo, dan itu hampir setiap hari
beliau lihat, dirinya juga pernah melihat langsung eksekusi, pada waktu itu
beliau sedang “angon bebek” (mengikuti itik mencari makan) miliknya dan melihat
sekumpulan tentara yang sedang melakukan penyiksaan terhadap seorang pria yang
matanya di tutup kain hitam, karena takut beliau pun kemudian lari meninggalkan
ternak bebek miliknya, tapi belum jauh dirinya berlari ia mendengar suara
tembakan dan beliau juga tidak tau lagi nasib dari korban penyiksaan itu.
Tugu Monumen Di Sebelah Kali Progo Kranggan
Saksi lainnya yaitu adalah bapak bambang purnomo, beliau
merupakan adik kandung dari bapak bambang soegeng komandan Divisi III, beliau
menuturkan bahwa belanda secara membabi buta telah menangkap orang-orang yang
bahkan belum tentu bersalah, sejak belanda melakukan agresi militer ke –II pada
desember 1948, pada masa itu hampir setiap hari eksekusi dilakukan di jembatan
kali progo tersebut, para pejuang tersebut di eksekusi dengan berbagai cara
diantaranya adalah dengan di pancung, di tembak di bagian kepala dengan tangan
terikat dan mata tertutup yang kemudian korban di jatuhkan dengan cara di dorong
dengan menggunakan kaki dari atas jembatan dengan ketinggian kurang lebih 50 M
(ketinggian sungai dari jembatan mungkin berbeda dengan masa sekarang), beliau
juga menyebutkan bahwa jumlah korban dari peristiwa biadab ini diperkirakan
mencapai 1.600 orang.
Menurut keterangan saksi dari desa plumbon, desa yang
berjarak 3,5 Km dari jembatan kali progo, pada masa itu warga hampir setiap
pagi melihat mayat mengambang di sungai, kebanyakan dari para korban adalah
laki-laki berusia muda, dan tidak hanya tentara tapi ada juga dari warga sipil karena
berpakain ala rakyat jelata pada waktu ditemukan, bahkan seorang saksi bernama
bapak sudargo salah satu warga desa plumbon pernah melihat tiga sosok mayat
dalam satu ikatan tali ijuk yang sudah tidak berkepala hanyut di aliran sungai
progo, air dari sungai progo pada masa itu juga kerap berubah warna menjadi
warna merah karena sangat banyak nya korban yang di sembelih di atas sungai
progo.
Nama-nama korban pembantaian tentara KNIL di jembatan kali
progo , yang berhasil terdata :
1 . Sarno Samsiatmodjo, Ngalarangan, Kedu
2 . Suyitno, Kranggan
3 . Singgih, Kranggan
4 . Suprapto, Kranggan
5 . Mohamad Kartono, Kranggan
6 . Mohamad Ibrahim,
Kranggan
7 . Patah, Prapag, kranggan
8 . Soengkono, Kasanan, Kranggan
9 . Ilyas Harjo Sumarto, Sanggrahan
10 . Darto, Gentan
11 . Ranu Didjojo, Gentan
12 . Kertonjoto, Sanggrahan
13 . Dulkijab, Sanggrahan
14 . Bingu, Sanggrahan
15 . Amat Toha, Sanggrahan
16 . Madijono, Kowangan
17 . Suwarto, Sanggrahan
18 . H.Jasin, Prapag kranggan
19 . Kamrin, Dongkelan, Temanggung
20 . Mugowi, Greges
21 . Riduwan, Pendowo
22 . Ayah Patah, Dayakan, Kranggan
23 . Taat, Ambarawa
24 . Ribut, Temanggung
25 . Sumaidin, Parakan
26 . Sastro Basri, Padangan, Temanggung
27 . Abu Endar, Dongkelan Lor
28 . Djoewandi, Rolikuran
29 . Niti Sandung, Dongkelan Kidul
30 . Wan Said, Dongkelan kidul
31 . Naken, Butuh, Temanggung
32 . Setu, Sayangan, Temanggung
33 . Pangat, Kertosari Temanggung
34 . Sadam, Ploso, Temanggung
35 . Kertodomo, Kaloran, Temanggung
36 . Tugi, Kaloran, Temanggung
37 . Palil, Kaloran, Temanggung
38 . Maryono, (Tidak Diketahui Alamatnya)
39 . Kayadi, (Tidak Diketahui Alamatnya)
40 . Wagiman, (Tidak Diketahui Alamat)
*Jumlah Nama korban
diatas hanya sebagian kecil dari jumlah korban seluruhnya
Masih sangat banyak nama dan identitas korban dari peristiwa
pembantaian ini yang tidak diketahui, kejadian ini adalah peristiwa yang sangat
mengerikan yang benar-benar pernah terjadi di temanggung, mereka yang gugur
adalah para abdi bangsa yang tidak berdosa, keinginan sederhana mereka adalah
hanya ingin hidup damai bersama di negeri sendiri.
Dari kejadian tersebut tempat ini terus di kenang hingga
sekarang, pemerintah kabupaten temanggung selalu memperingati dan mengadakan tabur
bunga dari atas jembatan ini setiap 10 November (hari pahlawan) dan 17 Agustus
(hari kemerdekaan Indonesia), hal ini dilakukan untuk mengenang jasa-jasa para
pahlawan yang telah rela mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan bangsa dan
Negara yang kita cintai.
Semoga dari artikel ini kita semua bisa belajar sejarah lebih
dalam dan menhargai perjuangan para pahlawan yang telah gugur mendahului kita,
serta kita sebagi generasi penerus yang lahir dalam keadaan Negara ini sudah
merdeka bisa meneruskan perjuangan-perjuangan mereka, karena kita saat ini
hanya tinggal meneruskan cita-cita perjuangan, dan menikmati kemerdekaan bangsa
yang telah lama berada dalam masa suram penjajahan.
Pesan yang tertulis di tugu monument jembatan kali progo :
Aku ta’ ketjewa…………
Aku rela………….
Mati untuk tjita2
Sutji nan mulja
Indonesia merdeka
Adil, makmur, bahagia
Temanggung
22/12-’48 – 10/8-’49
Sumber : m.jpnn.com, merdeka.com, arcomsoekarno.blogspot.com
Seperti biasa
BalasHapusMantab dan sangat informatif tentang sejarah di temanggung
Terimakasihh🙏🙏🙏
BalasHapus