Mengulas tentang berbagai macam sejarah yang ada di dunia, Serta memberikan edukasi tentang sejarah dari berbagai macam belahan bumi guna memperkaya pengetahuan pembaca.

MAYOR JENDERAL (PURN) TNI BAMBANG SOEGENG

 

MAYOR JENDERAL (PURN) TNI BAMBANG SOEGENG

31 OKTOBER 1913 – 22 JUNI 1977

Mayor Jenderal TNI (purn) Bambang Soegeng adalah seorang perwira yang lahir pada 31 oktober 1913 di Tegalrejo, Magelang, Jawa tengah, dari pasangan bapak Slamet dan Ibu Zahro, beliau merupakan putra sulung dari 6 bersaudara, bambang sugeng kecil tumbuh dan di besarkan di magelang bersama kedua orang tuanya, pada awal sekolah ia bersekolah di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) (Sekolah Belanda untuk bumiputera) di tegalrejo, kemudian melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) (Setara dengan sekolah menengah pertama) di purwokerto dan menyelesaikan pendidikan di AMS (Algemeene Middelbare School) (Setara dengan sekolah menengah atas) bagian A di Yogyakarta, bambang soegeng merupakan pemuda yang beruntung karna bisa bersekolah mengingat pada waktu itu tidak semua anak bisa mengenyam pendidikan sekolah karna Indonesia masih di duduki penjajah, setelah menyelesaikan pendidikan di Yogyakarta beliau melanjutkan pendidikannya di RHS (Rechtshoogeschool te Batavia) (Sekolah Tinggi Hukum Di Jakarta), namun karena perang dunia II bergejolak beliau tidak sempat menyelesaikan pendidikan dikarenakan sekolahnya di tutup oleh jepang yang mulai berkuasa saat itu di Indonesia.

Bambang soegeng kemudian menikah dengan sukemi seorang gadis yang berasal dari temanggung, jawa tengah pada 1936, dari pernikahan dengan sukemi beliau dikaruniai 3 orang anak (1 putri & 2 putra) namun pernikahan ini tidak berlangsung lama karena istrinya menderita sakit paru-paru dan meninggal dunia pada 1946, Bambang kemudian menikah lagi dengan istiyah yang berasal dari banjarnegara dan di karuniai dua orang anak, diketahui bambang juga pernah bekerja di pemerintahan kabupaten temanggung sebagai juru tulis.


Bambang Soegeng Bersama Istri Kedua Ibu Istiyah

Sebelumnya memang beliau diketahui sebagai pegawai pemerintahan namun kemudian berpindah haluan dan mulai berkarir di dunia militer, awal mula beliau berkarir di militer yaitu pada tahun 1943, pada saat itu ia mengikuti pendidikan perwira PETA (Gyugun Renseitai) di Bogor, kemudian setelah ia lulus jabatan pertama yang ia sandang adalah komandan kompi (Cudanco) dan ditempat tugaskan di magelang, kemudian pada tahun 1944 ia menjadi komandan pleton (Daidanco) di gombong, jabatan itu ia sandang sampai kemerdekaan Indonesia yang proklamirkan pada 17 agustus 1945, kemudian setelah proklamasi kemerdekaan ia diangkat sebagai komandan resimen TKR di wonosobo dengan pangkat Letnan Kolonel, sebelumnya dia membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) di wilayah temanggung dan wonosobo, setelah BKR berkembang lalu namannya di ganti menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), TKR sendiri di bagi ke dalam empat wilayah kerja yaitu batalyon temanggung, batalyon tarakan, batalyon tanjungsari, dan batalyon wonosobo.

Pada saat berkuasa, kekaisaran jepang membangung kekuatan pasukan dan logistik di temanggung untuk melawan sekutu dan pasukan pejuang Indonesia, namun pasukan yang di pimpin oleh bambang soegeng berhasil mengetahui peta kekuatan pasukan musuh karena beliau memang sangat menguasai medan sekitar temanggung dan wonosobo, pasukan yang di pimpinnya berniat melucuti tentara jepang, karena tidak ingin ada jatuh korban akhirnya bambang soegeng memlilih jalur diplomasi dan akhirnya beliau berhasil melucuti 533 tentara jepang pimpinan Mayor Migaki Simatoyo tanpa pertumpahan darah sedikitpun dari kedua belah pihak, bahkan angkatan tua jepang mejulukinya sebagai “Shogun” Yang berarti “sang jenderal perang”.

Para pasukan dari tentara jepang yang berhasil dilucuti kemudian di tawan di beberapa kamp tahanan, mereka di tempatkan dalam tiga tempat, pada saat tentara jepang di tahan di kamp beliau memperlakukan mereka dengan sangat baik, penuh rasa kemanusiaan, dan mereka juga di beri kebebasan di dalam lingkungan kamp, di tambah lagi sikap bambang soegeng yang bersahabat dan penuh rasa persaudaraan serta jauh dari sikap permusuhan, tidak ada tawanan yang di sekap, disiksa ataupun dilukai, beliau melakukan ini semua sesuai dengan “konvensi jenewa” mengenai perlakuan terhadap tawanan perang.

baru setelah (ReRa) Reorganisasi dan Rasionalisasi yang dilakukan di tubuh TNI pada tahun 1948, ia diangkat menjadi Komandan Divisi III yang meliputi Banyumas, Pekalongan, Kedu, dan Yogyakarta.


Bambang Soegeng Tahun 1952

Pada Agresi militer belanda I (1947) dan Agresi Militer Belanda II (1948) beliau pernah memimpin pasukan TKR, lalu pada 1949 dirinya adalah salah seorang perwira yang terlibat langsung dalam perencanaan serangan umum 1 maret 1949 di Yogyakarta, dengan memberikan instruksi rahasia tanggal 18 februari 1949 ke komandam wehkreise II letkol M Bachroen dan komandan III letkol soeharto, intruksi tersebut adalah kelanjutan dari perintah siasat nomor 4/S/Cop.I tanggal 1 januari 1949 yang di keluarkan oleh panglima Divisi/III GM III untuk melakukan perlawanan secara serentak kepada belanda, selain itu juga ada surat perintah siasat bernomor 9/PS/19 tanggal 15 maret 1949 ke komanda wehkreise I Letkol Bachroen dan Komandan wehkreise II Letkol Sarbini. Pada masa tahun 1948-1949 beliau adalah penguasa teritorial yang mengendalikan jalannya pertempuran di wilayah divisi III jawa tengah dan Yogyakarta, dan beliau adalah orang yang berinisiasi memberikan perintah dan siasat serta intruksi rahasia untuk melakukan perang propaganda terhadap belanda, kemudian pada 21 september 1944 beliau di tunjuk untuk menjadi wakil panglima besar jenderal sudirman atau wakil 1 kepala staf angkatan perang (KSAP), jabatan ini ia sandang sampai 27 Desember 1949, kemudian pada bulan juni tahun 1950 dirinya diangkat menjadi Panglima Divisi I TT V/Brawijaya.

Beliau juga di tunjuk untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) oleh presiden soekarno setelah pencopotan A.H Nasution Karena dianggap mendalangi peristiwa 17 oktober, pada saat itu perwira di tubuh TNI hampir mengalami perpecahan namun bambang soegeng berhasil menyatukan kembali para perwira di TNI yang bertikai dengan menggunakan jalan musyawarah yang kemudian menghaslikan piagam djogja 1955, isi dari pada piagam tersebut adalah untuk meredam friksi di dalam militer yang pada akhirnya membuat presiden soekarno mengangkat kembali A.H Nasution menjadi KASAD, beliau menjabat sebagai kepala staf angkatan darat dari 22 desember 1952 – 8 mei 1955.

Beliau juga memprakarsai pencatatan setiap prajurit TNI atau nomor registrasi pusat NRP yang kemudian juga ditiru oleh organisasi sipil atau nomor induk pegawai NIP, kemudian setelah beliau berhasil meredam konflik antar perwira di TNI Angkatan Darat melalui piagam djogja 1955, beliau memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai KASAD pada tanggal 8 Mei 1955.

Keberhasilan dalam berbagai pertempuran dan menyatukan konflik internal di tubuh TNI membuat presiden soekarno kagum dan beliau juga mendapatkan perhatian khusus, untuk itu setelah beliau berhenti dari karir militernya dirinya diangkat oleh presiden soekarno menjadi Duta besar untuk Vatikan 1 Agustus 1956 – januari 1960, Kemudian menjadi Duta besar untuk jepang januari 1960 – 1964, setelah itu beliau juga menjadi duta besar Indonesia di brasil pada 1964 – 4 November 1966, dan beliau meninggal di usianya yang ke-63 tahun di Jakarta pada tanggal 22 juni 1977.

 

Makam Mayjen Bambang Soegeng Yang Terletak Didekat Jembatan Kali Progo

Beliau sempat berpesan sebelum meninggal agar di makamkan di tepi sungai progo dekat jembatan, dimana ribuan pejuang di bantai disana oleh belanda, maksud daripada pesan beliau adalah ingin agar arwahnya bisa menemani ribuan arwah para pejuang yang di bantai secara keji di tempat tersebut. Bambang Soegeng, adalah seorang pahlawan dari temanggung yang terlupakan sosok mendiang mantan kepala staff angakatan darat (KASAD) Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Bambang Soegeng adalah perwira militer yang di segani pada era perang kemerdekaan, saat menjabat sebagai Panglima Divisi III dengan pangkat kolonel beliau memiliki seorang bawahan yaitu Letkol soeharto yang kelak menjadi presiden, namun dari beberapa cacatan sejarah yang berkembang serta di film yang yang menceritakan perlawanan rakyat jogja pada 1 maret 1949, bahkan nama beliau tidak muncul, bahkan sama sekali tidak dibahas, tentunya ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua saat mempelajari sejarah harus berdasarkan sumber yang benar-benar valid serta bukti sejarah yang meyakinkan agar generasi setelah kita tidak salah dalam menafsirkan serta mengerti akan sebuah nilai sejarah yang sebenar-benarnya.

Monumen Mayor Jenderal (Purn) TNI Bambang Soegeng

Monumen yang di bangun untuk mengenang jasa beliau ini terletak di bukit godheg sebelah timur terminal kota temanggung, sebelumnya ada tiga tempat yang menjadi alternatif di bangunnya monument tersebut diantaranya adalah, di sendang pikatan atau pemandian pikatan, sekitar kawedanan lama, dan di bukit/gumuk godheg, pemilihan bukit godheg sendiri karena tempatnya luas, tinggi dan strategis terletak di tepi jalan utama temanggung yang memudahkan wisatawan untuk mengunjunginya, sehingga bisa menjadi salah satu tujuan wisata sejarah, selain monument di kompleks tersebut juga terdapat prasasti yang di buat oleh jepang yang bertuliskan huruf kanji “Wampo Daiwa Daigetzu” yang berarti “Seluruh Dunia Sekeluarga” dapat juga di artikan di seluruh dunia ini sesungguhnya masih bersaudara.

Tampak Dua Prasasti Di Sekitar Komplek Monumen


“Wampo Daiwa Daigetzu”

 

Prasasti Dengan Huruf Kanji

 


Sumber : http://id.m.wikipedia.org, laman.temanggungkab.go.id, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah D.I Yogyakarta, temanggung.dosen.unimus.ac.id, sclm17.blogspot.com

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Cari Judul Blog Disini

Diberdayakan oleh Blogger.
  • ()