Tugu Monumen Tentara
Pelajar Yang Terletak Dipertigaan Kandangan Kabupaten Temanggung
Pada masa kemerdekaan perang di berbagai daerah di Indonesia
sangat lazim terjadi, dan tidak hanya pasukan tentara pemerintah saja yang ikut
berperang melawan penjajah, melainkan segenap rakyat Indonesia juga turut serta
dalam berbagai aksi pertempuran meskipun dengan pengetahuan akan perang yang
sangat minim, namun mereka punya keberanian yang sangat luar biasa untuk
memperjuangkan kebebasan bangsa ini dari pemerintahan kolonial hindia-belanda,
tak terkecuali perang yang terjadi di daerah temanggung, dalam catatan sejarah
dan penuturan dari pelaku sejarah pernah terjadi petempuran yang dilakukan oleh
tentara pelajar di daerah sekitar kecamatan kandangan.
Pada waktu terjadi pencegatan patroli pasukan belanda yang
mengakibatkan terjadinya pertempuran, dituliskan dalam sejarah yang memuat
tentang perjuangan tentara pelajar pada saat patroli belanda dari kedu yang
melalui desa koripan kemudian menyebarang melalui sungai dusun citran menuju ke
arah kandangan melewati baledu, diwek, kemudian balun sekitar pukul 06.30
dengan kekuatan satu seksi sekitar 60 orang.
Pada waktu itu senin wage malam, pasukan TP pimpinan goenawan
yang berjumlah satu pleton dan anak buah kompi hawik soejono telah menempati
pos di desa citran tepatnya di sebelah timur pertigaan sungai progo (pertemuan
percabangan anak sungai) dan galeh di dekat penyeberangan, dengan strategi yang
matang dan informasi yang akurat sejumlah anak-anak TP menempati posisi strategis
di sekitar dekat sungai untuk menunggu patroli belanda, tempat yang mereka
duduki untuk melakukan penyerangan yaitu diatas gumuk yang di tempati sejumlah
anggota (goenawan, soehadi tutuk, soeparno, pramono, dll), sedangkan dibawah
gumuk di sawah yang menghadap jalan ke arah kandanagn di sepanjang tepi jalan
ditempati oleh anggota (raharjo, kadar, mardi, dll). Diatas bukit sdr. Koep
anak buah hawig soejono sudah standbay dengan senjata water mantel, sedangkan
komando serangan dipegang oleh goenawan denga senjata GRI-nya.
Tugu monument tetara
pelajar dari bagian belakang sebelah kiri
Setelah saat yang ditunggu-tunggu tiba dengan kemamapuan bertempur yang mereka miliki mereka tidak langsung menyerang melainkan mereka menunggu musuh menyeberang hingga sampai di tepi sungai (dusun citran) setelah musuh masuk di jangakaun tembak dan dalam posisi lengah karena memang waktu itu sejumlah pasukan belanda yang telah selesai menyeberang sedang beristirahat dan sambil memakan roti, goenawan yang memegang komando serangan mengawali serangan dengan menembakkan senjatannya tiga kali berturut-turut dan berhasil mengenai sejumlah tentara belanda, hingga pada tembakan yang kesepuluh tembakannya macet. Setelah itu disusul tembakan dari kawan –kawan yang sudah menempati posisi yang strategis dan terjadi lah pertempuran sengit di kedua belah pihak dengan kekuatan yang seimbang.
Senjata watermantel yang di pegang oleh koep secara bertubi-tubi
terus menghujani pasukan belanda hingga ia menjadi target incaran yang
mengakibatkan kakinya terkena pecahan mortar dan akhirnya ia mengundurkan diri
ke arah timur, sedangkan soemardi di sebelah sungai citran terkena tembakan di
bagian perutnya, sdr.kadar yang sempat lari kurang lebih 50 meter ke sebelah
gumuk terkena tembakan dan gugur di tempat, pertempuran kali ini berjalan cukup
lama mulai pukul 07.00 hingga pukul 13.00 WIB, saat pasukan belanda meneriakkan
aba-aba “voor ruit” goenawan mendengar dengan jelas. Pertempuran yang terjadi
kali ini mengahbiskan peluru cukup banyak dan mengakibatkan pasuka tercerai
berai, sebagian lari ke timur dan lainnya mundur ke arah barat menyelamatkan
diri menuju gesing, untuk mengantisipasi serangan susulan pasukan belanda masih
berjaga di sekitar kandangan hingga pukul 17.00 WIB.
Seperti halnya anak-anak pada umumnya pada saat perang
terjadi dalam situasi yang menegangkan kejadian yang menggelikan terjadi yang
dilakukan oleh salah satu prajurit TP yaitu pramono, pada saat ia dan rekannya
soeparno lari untuk menyelamatkan diri ke arah timur pramono yang bertugas
membawa tekidanto (jenis senapan pada waktu itu) dengan 4 peluru yang ia simpan
di bagian saku kanan dan kirinya, karena ada serangan dari musuh dan beratnya
senjata yang dibawanya, saat ia berlari
tiba-tiba celananya melorot dan tidak bisa ia kendalikan sampai-sampai “anu”
terlihat dengan jelas seperti pistol ‘gombyok’ dan ia pun terpaksa lari dengan
telanjang, pada saat suasana tegang dan menakutkan pramono masih sempat membuat
rekan-rekannya tertawa ngakak melihat kelakuannya.
Setelah pertempuran itu terjadi belanda kembali ke markas
yang ada di temanggung sekitar pukul 17.30 WIB, sementara dalam pelariannya
pasukan TP yang di pimpin oleh goenawan mengadakan konsolidasi di desa gesing, dan
jenazah rekan mereka kadar dan soemardi di bawa oleh rakyat ke dusun pete desa
kembangsari guna diinapkan di rumah bapak kaum, malam itu anak-anak TP menginap
di dusun pete dan tetap siaga sampai keesokan paginya, dan pada saat pagi hari
ketika mereka masih di selimuti duka karena meninggalnya dua orang rekan
mereka, mereka mendapatkan kabar bahwa tentara KNIL menuju kandangan denga
kekuatan 100 orang.
Tempat persembunyian anak-anak TP di dusun pete telah di
ketahui oleh belanda dan pada saat pagi itu juga para pejuang dari TP
mengadakan steeling di sekitar dusun pete, Saat pasukan belanda masuk desa
kembangsari mereka menghujani dengan tembakan dan setelah sampai di dusun pete
mereka kemudian membakar rumah bapak Djojo yang mereka anggap sebagai markas TP
karena bentuknya yang besar (kejahatan perang yang sering terjadi di desa-desa
pada masa perang kemerdekaan yang dilakukan oleh tentara belanda ketika mencari
target).
Tugu monument tentara
pelajar dari bagian belakang sebelah kanan
Sementara jenazah dua rekan mereka sdr.Kadar dan soemardi
masih berada di rumah bapak kaum dan dibiarakan begitu saja oleh belanda karena
jenazah itu diakui sebagai anaknya sendiri oleh bapak kaum, sebernarnya pada
saat itu setelah konsolidasi anak-anak TP telah melaporkan kejadian itu kepada
pasukan soekarno tapi tidak ada tanggapan sama sekali, lalu pada sore itu di
hari yang sama sebagian dari mereka menuju ke arah timur yaitu menuju desa
kemiri dan berkumpul disana serta meminta makan pada rakyat setempat, pada
awalnya rakyat disana sempat takut karena mereka mengira bahwa anak-anak TP
adalah pasukan belanda namun setelah mendapat penjelasan dari pak bayan/ kepala
dusun, mereka pun mengerti dan kemudian memberikan bantuan-bantuan berupa
sejumlah makanan dan anak-anak TP-pun
bisa makan dengan puas.
Sementara di dusun pete setelah belanda meninggalkan desa
serta rumah pak Djojo yang terbakar, mereka mengadakan upacara pemakaman secara
sederhana untuk kedua pahlawan yaitu sdr. Kadar dan soemardi, dan untuk korban
di pihak belanda yang di ketahui dari informasi yang di dapat dari RS belanda
di temanggung, diketahui bahwa ada 18 orang meninggal dan 5 orang luka berat,
setelah kejadian dibakarnya rumah pak Djojo yang telah berjasa besar tersebut,
demi untuk mengelabuhi musuh para pasukan dari tentara pelajar selalu
berpindah-pindah tempat, diantarannya di dusun sodong, gesing, krengseng, Dll.
Mereka berputar-putar di daerah sekitar kecamatan kandangan.
Salah Satu Rumah Yang
Pernah Dijadikan Sebagi Markas Tentara Pelajar
Yang Sekarang Telah Beralih Funsi Sebagai “Toko Besi”
Bagian Rumah Sebelah
Timur Dari Toko Besi Yang Sekarang Difungsikan Sebagai APOTEK
Rumah Yang terletak Di Bagian Timur Dari Toko Besi Yang Juga Pernah Dijadikan sebagai markas tentara pelajar, sekarang rumah itu telah beralih fungsi sebagai pertokoan serta bangunan bagian depan telah di ubah
Tampak Dua Buah Rumah yang pernah dijadikan markas tentara pelajar berdiri tepat di bagian belakang dari tugu monumen tentara pelajar
Bekas Markas Tentara Pelajar Yang Terletak Di Desa Malebo Kecamatan kandangan, Yang Kini Hanya Menyisakan Tumpukan Batu Bata Dan Genteng Karena Bangunan Aslinya Sudah Di Bongkar
Kok mantab sip banget
BalasHapus